Sunday, January 30, 2005

yanuar prayudi [sebuah biografi]

Prologue

Menulis cerita fiktif tentang seseorang sudah sering kali saya lakukan, tapi untuk menulis cerita tentang hidup seseorang adalah yang pertama bagi diri saya. Perlu banyak pendekatan untuk mengenal betul karakter orang yang akan saya tulis ini, walaupun pada kenyataannya saya tidak melakukan diskusi pada orang yang bersangkutan dalam penulisan ini, mudah-mudahan dari apa yang saya tulis ini tidak akan jauh berbeda dengan sebagaimana ia mengenal dirinya sendiri, karena tulisan ini saya buat semata-mata untuk menghargai dia di ulang tahunnya yang ke 24 tahun pada tanggal 27 Januari 2005 nanti, semoga saya mempunyai waktu yang cukup untuk menulis semua tentang dirinya, dan pendapat mengenai dia di mata orang-orang terdekatnya dalam waktu yang begitu singkat ini.

Jakarta, 15 Desember 2004

Ia lahir di Jakarta pada hari Selasa pon tanggal 27 Januari 1981 dengan nama Yanuar Prayudi, putra pertama yang lahir dari pasangan suami istri Slamet Subekti dan Marlen Umar ini biasa dipanggil Mas Yudi di lingkungan keluarganya, lantaran ia lahir ditengah-tengah keluarga besar perpaduan Jawa dan Padang. Sebelumnya saya mengetahui bahwa ia seorang capricorn dikarenakan ia selalu menyebut dirinya dengan panggilan Idhuy Dicaprio, namun setelah saya teliti lebih jauh mengapa ia lahir pada tanggal 27 Januari sementara pada tanggal itu sudah termasuk rasi bintang Aquarius, dan akhirnya saya dapatkan jawaban kalau ternyata ia tidak lahir pada tanggal tersebut, melainkan pada tanggal 7 Januari, karena satu dan lain hal sehingga tanggal yang tertera di surat akte kelahirannya menjadi tanggal 27 Januari. Sehingga benar adanya Yudi bernaung dibawah rasi bintang capricornus, dan menurut ramalan perbintangan, setiap orang yang lahir dibawah naungan rasi bintang capricornus adalah orang-orang yang berwatak suka kebesaran, kekuasaan dan memerintah, termasuk orang yang jenius, pandai dan luas pandangannya. Saya sempat berpikir sejenak akan ramalan yang baru saja saya baca, saat itu saya hanya tersenyum, dan tak adil rasanya menilai seseorang pada saat pandangan pertama atau our first impression, apalagi membuat kesimpulan di halaman pertama, jadi karena itu saya tak bermaksud mengomentari hal tersebut saat ini, kemudian saya hanya melanjutkan menuliskan apa yang dikatakan oleh ramalan tersebut. Orang capricorn juga terkenal ulet dalam mencapai cita-cita yang tinggi dan mulia…hmmm….disebutkan juga dia orang yang pandai menjaga karier dan rejekinya sangat bagus, lalu apakah Idhuy benar-benar seperti apa yang dikatakan oleh ramalan tersebut, mungkin kita bisa menyimpulkannya nanti.
Yudi kecil tinggal bersama kedua orang tua dan adik perempuannya yang bernama Rian Pravita yang lahir saat ia berumur 3 tahun di sebuah komplek perumahan sederhana Komplek Patria Jaya di daerah Pondok Gede Jawa Barat. Seperti anak-anak pada umumnya, Yudi juga wajib mengecam pendidikan oleh orang tuanya sedari Taman Kanak-kanak sampai duduk di bangku kuliah. Yudi bersekolah dasar di SDN Jati Rahayu I Pondok Gede dari tahun 1987 sampai tahun 1993, kemudian melanjutkan sekolahnya di SMP Negeri 157 Jakarta Timur pada tahun 1993 sampai tahun 1996, dan pada tahun 1996 inilah awal mula perkenalan saya dengannya di sebuah Sekolah Menengah Atas Negeri 81 Jakarta Timur sampai dengan tahun 1999.
Pada awal tahun di SMA 81, Yudi yang dalam tahap pencarian jati diri mulai mencari nama panggilan lain yang menurutnya tepat sebagai karakternya, maka saat itulah ia mulai memperkenalkan dirinya sebagai Idhuy Dicaprio. Tidak banyak yang saya ketahui mengenai dirinya pada awal masa SMA dulu, namun Idhuy sendiri mengaku telah mengenal diri saya semenjak tahun pertama pada saat kami bergabung di sebuah organisasi band sekolah, namun lantaran saya termasuk orang yang tidak peduli dan tidak terlalu luas pergaulannya saat di SMA, maka saya sendiri malahan baru mengenal nama dan orangnya sejak akhirnya kami dipertemukan di sebuah kelas saat tahun ketiga kami di SMA. Di kelas IPA 3 inilah akhirnya kami bersanding, dan mengharuskan saya bertemu dengannya setiap harinya kurang lebih 9 jam di sekolah.
Tidak banyak pula yang saya ketahui tentang dia pada awal tahun ketiga itu, yang saya tahu Idhuy adalah salah seorang anak lelaki yang banyak omong, tidak bisa diam, aktif di OSIS namun saat itu punya pacar pendiam dan dia juga yang akhirnya diangkat forum kelas untuk menjadi ketua kelas, hanya itu. Selebihnya Idhuy cuma anak lelaki yang kalau melucu selalu disebut “jayus” (yang pada masa itu merupakan kata kejayaan angkatan kami), selalu ingin tahu tentang diri saya dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat alis saya menekuk dan jidat saya mengkerut, menimbrungi apa yang sedang saya lakukan, hobi mencela dan mengejek saya, memukul-mukul lengan saya seenaknya, dan tidak jarang juga menyuruh-nyuruh saya semaunya dia (disebabkan karena posisinya sebagai ketua kelas).
Tanpa sengaja permusuhan antara saya dan dia makin terjalin kental dengan bersatunya kita di sebuah tim dalam rangka pembuatan buku tahunan, yang khusus mengurusi kelas kami sendiri. Sebagai ketua kelas sebenarnya saya anggap dia tidak banyak memberikan kontribusi, terbukti dari rapat awal pembuatan nama kelas, ide yang keluar adalah murni dari saya yang pada kenyataannya tidak memiliki posisi penting dalam kelas, waktu itu saya memberi ide untuk menamai Democrats yang berarti De Most Creative Class, dan Idhuy akhirnya mengambil nama tersebut untuk selamanya menjadi nama kebanggaan kelas kami. Lalu pada saat ulang tahun sekolah pun ide untuk membuat spanduk ucapan menggunakan balon udara murni keluar dari pikiran saya, walau pada akhirnya semua itu tidak terealisasi dikarenakan paman saya meninggal dunia, namun Idhuy cuma bisa menuduh saya lari dari tanggung jawab sementara saya tahu betul kalau dirinya juga tidak banyak membantu dalam pembuatan spanduk ulang tahun tersebut. Setelah rapat dengan teman-teman sekelas, lagi-lagi ide saya untuk menggunakan kostum wayang orang pada saat pemotretan untuk buku tahunan digunakan oleh sang ketua kelas Idhuy, tapi ternyata harus saya juga yang berjuang mengurus segala macam prosedur penyewaan kostum wayang dan tempat pemotretan yang rencananya akan dilaksanakan di sebuah Plaza pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat, sampai-sampai untuk cover lembar di buku tahunan yang membutuhkan desain dan tulisan jawa kuno pun harus saya yang mengurusnya…lalu dimanakah tanggung jawab dia sebagai ketua kelas…sementara dia cuma bisa mengomel andai kerjaan yang saya janjikan tidak selesai seperti yang dia harapkan, sebel!
Hal lain yang membuat saya sempat murka pada Idhuy yang mengaku-ngaku sebagai keturunan Dicaprio ini adalah tulisannya tentang diri saya di coret-coretan yang biasa kami buat di Karya Tulis (KT). Berikut tulisan yang ia buat mengenai diri saya….
“ Bhotant…nama yang asing di telinga pas baru gue denger, kok nick name ini kagak berseni banget…coba kalo Idhuy Dicaprio, betapa menarik dan berseni bukan?
Pertama, gue minta maap karena KT elu bersanding dengan KT Dine di kamar gue udah berabad-abad tanpa dijamah. Maklumlah ulangan-ulangan selalu melanda Idhuy Dicaprio, tapi gue tau Bhotant itu anak baek kok….
Kenal Bhotant udah dari kelas atu (ngaku-ngaku banget deh…). Semenjak Otte dan Distorsi berdiri dan mulai berkompetisi. Yang menarik buat gue Bhotant itu dapat bermain dram, sungguh langka, ajaib…satu-satunya pemain dram cewe di 81. Yah lumayan lah elo bisa beken Bhot, walopun cuman gedebak gedebuk gak karuan…(kebiasaan nomor 1, memuji orang kemudian menjatuhkannya).
Dari luar Bhotant itu terlihat cool…pendiem…kagak banyak omong, sehingga orang-orang mengira Bhotant itu anak pinter, padahal kalo gak salah, Idhuy Dicaprio pertama kali menggoda Bhotant pas audisi pentatonik di Fandies (pendekatan terselubung), kesan Bhotant anaknya pangkeh terlihat disitu (ia mengaku sebagai seorang yang paling pangkeh dijaman itu)…udeh gitu suara lu ngeBass bener, kayak suara bass betot..ditambah lagi vokal lu yang rada cadel yang gak dibuat-buat…membuat dirilu bak anak SLB yang IQ-nya superior (mulai terlihat dari gaya tulisannya ternyata idhuy begitu memperhatikan detil tentang diri saya).
Ternyata takdir sungguhlah tidak kejam, mempersandimg selebritis Idhuy Dicaprio dengan Bhotant Subhotant dalam sebuah kelas yang touble maker. Di IPA 3 ini Bhotant bisa dikatakan salah satu orang yang “mau tau” urusan kelas, pertama kali pas potoh2 BT bareng Ranette, belain pergi ke Senen, panas-panas…gerah…naik bis, betapa berkorbannya mereka berdua, betapa sayangnya Bhotant Dine ama kelas…mana rasa terima kasih kita (KITA??) buat mereka?? Coba seandainya tidak ada Bhotant Dine di IPA 3 ? cuek aja…masih ada Idhuy Dicaprio si orang pangkeh (padahal keberadaan dia di kelas IPA 3 itu tidak banyak berperan, sementara jika keberadaan saya benar-benar tidak ada, tidak akan terjadi ide-ide originatif dan briliant untuk kelas IPA 3).
Setelah diamati bodi-nya Bhotant kurang proporsional terutama pada betisnya, itu betis apa pohon? Gede banget?? Setelah gue bandingin ama betis gue…sangatlah jauh berbeda, betis gue amatlah terawat!! (bukti lain kalau Idhuy memperhatikan saya sebegitunya).
Bhotant itu sebenernya kagak cool2 amat dan gak pendiem, terbukti kalo dikelas ngobrol mulu ama Dine, ulangan aja masih ngobrol…jadi kalo menganggap bhotant itu cool…SALAH! (lagi-lagi tanpa sadar ia memberitahukan kalau ia selalu memperhatikan saya saat di kelas, bahkan saat ulangan sekalipun).
Bhotant itu cepet ngambek…apalagi kalo ama Idhuy Dicaprio…orang cuman disuruh bikin tulisan jawa aja ngambek, dipanggil dengan nada tereak ngambek…gak dikasih contekan ngambek..kalo ngambek terus nggak pangkeh ah!!! (Idhuy mengakui dirinya tukang menyuruh-nyuruh orang laen dengan nada teriak pula…dan untuk klarifikasi, saya tidak pernah minta contekan sama dia, dan pada faktanya juga kami tidak pernah duduk berdekatan).
Bhotant itu kreatif banget (akhirnya memuji) dari gambar2nya di KT, tulisan2nya mencerminkan kekreatipannya sangatlah tinggi. Cuman sayangnya kenapa elu gak jadi OSIS Sie 8, ntar kan elu jadi anak buah gue, namun semua sudah terlambat, kita udah mau lulus, berarti kekreatiban lo udah gak kepake dan tidak berarti apa-apa lagi (kemudian menjatuhkan).
Bhotant empuk buat dipukulin (terbukti ia sering melakukan tindak kekerasan terhadap saya)…apalagi kalo di BTA (sebuah bimbel di SMA 81.red). Bhotant kalo dari jauh cakep…putih…tapi kalo dari deket banyak flek-flek hitam dimuka + jerawat. Lain kalo gue jauh dekat sama (iya sama itemnya, hehehe).
Pokoke Bhotant pantas mendapatkan bintang pangkeh karena elu memenuhi kriteria sebagai “pangkeh girls” dalam kamus gue. Angan-angan gue…gue pengen ngeband bareng lu sekali-sekali (boleh boleh….)…ama Arie juga (mmh…yakin mau ngeband bertiga?), kembangin terus tan keahlian lu di bidang musik dan desain grafis. Gue doain lu masuk PTN favorit (ternyata saya masuk PTS favorit)…dapetin semua yang lo mau..cowo gondrong…kaca mata…ntar kalo gue udah kuliah trus gondrong dan berkacamata siapa tau lo naksir gue…(pada kenyataannya setelah Idhuy lulus dari SMA dan masuk perguruan tinggi, ia mulai menggondrongkan rambutnya dan memakai kaca mata pula….apakah ini merupakan indikasi bahwa ia melakukan usaha untuk membuat saya menaksir dia….).
Sejak akhirnya kita berpisah setelah lulus SMA, dimana Idhuy mendapatkan PMDK di Institut Pertanian Bogor jurusan Teknologi Pangan dan Gizi sementara saya mendapat PMDK di Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung, saya tak lagi banyak mendengar kabar berita dari makhluk ini. Berita yang pertama lewat dikuping saya waktu itu adalah bahwa ia mendapatkan IP 4 pada awal semester di IPB, dan hal itu membuat saya geleng-geleng kepala karena keberhasilannya, karena saat itu saya masih berpendapat kalau dia tidak termasuk dalam kelompok anak-anak pintar di SMA…IP 4….mungkin tidak ada lagi saingannya disana, begitu pikir saya. Berita lainnya adalah menyebarnya cerita tentang Idhuy memiliki pacar yang katanya cantik bernama Sarah, selebihnya tak ada lagi cerita tentang Idhuy yang saya dengar, seolah-olah kami benar-benar terfokus dengan kegiatan dan kehidupan masing-masing.
Pada suatu saat saya sempat mendapat nomor Handphone-nya dari seorang teman dekatnya yang biasa dipanggil Akang Audy, saat itu mungkin sedang booming-boomingnya teknologi informasi menjamahi kehidupan kawula muda di seluruh Indonesia, hadirnya Handphone benar-benar membuat komunikasi antar manusia menjadi lebih mudah, dengan adanya Short Message Service (SMS) kita bisa mengirimkan informasi pendek dengan biaya yang cukup relatif murah, entah apa jadinya jika Telekomunikasi tidak hadir, tumbuh dan berkembang di dunia ini. Namun setelah berusaha mencoba menghubungi Idhuy dari nomor yang diberikan oleh akang Audy, pesan yang saya tuliskan benar-benar terkirim ke nomor yang dimaksud, tetapi sejak saat itu setiap saya mengirim dan mengirim lagi, tak kunjung datang balasan SMS dari Idhuy, dan satu hal dalam pikiran saya….Idhuy tidak pernah mengisi pulsa handphone-nya. Saya pun tak lagi mencoba menghubungi dia, saya pun menjalani hidup saya sendiri dan tak pernah lagi ada Idhuy Dicaprio didalam kehidupan saya sejak tahun 1999.
Tahun 2003, setelah hampir 4 tahun kuliah dan tak pernah mendengar kabar Idhuy lagi, tiba-tiba saya mendengar kabar kalau ia sudah lulus tepat waktu 4 tahun dan tak lama kemudian sudah mendapat kerja di sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang consumer goods, dengan fasilitas dan benefit yang cukup baik untuk seorang fresh graduate, hal itu membuat saya lagi-lagi harus berdecak kagum akan keberhasilan dirinya. Mungkin tak heran ia begitu beruntung mendapatkan segala sesuatu dalam karirnya, sementara yang saya tahu sebelumnya dia cukup sukses berprestasi semasa kuliahnya, dan juga ia memang cukup aktif di segala macam keorganisasian.
Tahun 2004 sekitar bulan Mei, saat itu saya sedang berkutat dengan deadline jadwal sidang Tugas Akhir saya yang rencananya akan dilaksanakan pada bulan Juni. Disela-sela kesibukan saya mengurus masa pra sidang, saya juga sedang asik-asiknya ikut bergabung dalam sebuah wadah karang taruna digital yang dinamakan Friendster. Banyak sekali hal yang saya temui dengan ikut menjadi member disana, salah satunya adalah saya bisa menghubungi teman-teman yang sudah lama tidak saya ketahui kabarnya, atau sekedar hunting cowok-cowok high quality yang kira-kira qualified sebagai kandidat calon pacar, alias tempat ajang mencari jodoh untuk para jombloers, atau mungkin juga ajang tempat flirting untuk orang-orang yang ingin mencicipi pengalaman baru. Friendster inilah pula yang akhirnya mempertemukan kembali saya dengan Idhuy, saat itu ia mulai mengirim saya message dan meminta saya untuk meng-add ia sebagai primary friend saya.
Semenjak saat itu saya dan Idhuy mulai saling menghubungi satu sama lain melalui Friendster dan akhirnya berlanjut bertukar nomor Handphone. Tak banyak yang kami bahas selain menceritakan kabar terkini masing-masing dan saling mencela satu sama lain. Walaupun tak jarang juga ia menemani saya saat bergadang mengedit TA di malam hari, hal itu juga yang mungkin membuat namanya hadir dideretan daftar ucapan terima kasih TA saya.
Suatu hari saya berniat pulang ke Jakarta, dan saya berniat untuk bertemu dengannya, tetapi ternyata saya baru mengetahui kalau Idhuy tidak lagi berdomisili di Jakarta sejak ia menjadi pegawai di perusahaan tempat ia bekerja, melainkan ia ditugaskan disebuah propinsi di Sumatera, yaitu Jambi.
Tapi anehnya sekalipun kita sadar saling berjauhan, tapi kita tetap saling berkomunikasi melalui SMS, bahkan berlanjut ke Internet chat MIRC dan Yahoo Messenger, sekalipun lagi-lagi hanya saling mencela, dan memamerkan keunggulan diri masing-masing.
Saya pikir memanglah pertanyaan saya yang memulai semua diskusi serius berujung rasa bersalah, waktu itu saya mengatakannya dengan bercanda untuk dicarikan pacar yang qualified buat saya, bodohnya ia malah menawarkan dirinya sendiri sebagai orang yang qualified itu.
Kami pun akhirnya banyak membahas masalah mengenai visi dan misi masing-masing, tanpa saya sangka ternyata saat saya harus berbicara serius dan membahas suatu masalah dengannya, ia bisa menjadi seorang laki-laki yang bijaksana dan dewasa dalam menanggapi semua hal. Mungkin karena saya terbiasa tak pernah membahas hal-hal serius dengannya, maka saat itu kekaguman saya terhadapnya mulai tumbuh. Jujur saja kala itu logika saya mulai berpikir, kemudian akal saya mulai menjawab semua pertanyaan-pertanyaan saya selama ini, gosh! Dia bagai seorang yang telah lama saya cari, dari mulai wawasannya yang luas, kenyamanan saya berbicara dengannya, berdiskusi segala hal, berpandangan tentang kehidupan, dan karakternya yang selalu penuh ide-ide “to the point” yang meyakinkan, optimistisnya, keingintahuannya mengenai hal-hal baru sampai sifatnya yang humoris dan selalu membuat saya tersenyum, membuat saya bagai melihat frame tipe seorang laki-laki yang ada dalam impian saya selama ini.
Sebagai seorang wanita, ada dua tipe laki-laki impian menurut saya, yang pertama adalah laki-laki dengan creature seperti seorang pangeran yang ada di dongeng-dongeng klasik, yang bisa melakukan segala hal seperti yang dibutuhkan dan diinginkan seorang putri, sementara tipe yang ke dua adalah laki-laki dengan creature seperti seorang bapak, yang bijaksana melakukan segala tanggung jawabnya terhadap seorang perempuan. Namun perlu saya garis bawahi, ini hanya tipe laki-laki menurut versi seorang saya, selama ini saya terkadang hanya menilai seorang laki-laki dari sisi perasaan saya, atau hanya dari sisi logika saya, mungkin karena itulah saya cukup sulit menentukan mana yang sebenarnya saya cari dari seorang laki-laki, benarkah akan ada perasaan dan logika itu…dan saya masih menilai Idhuy dengan logika saya, tidak lebih waktu itu.
Semakin saya menilai Idhuy dengan logika, semakin saya bertanya-tanya haruskah perasaan itu hadir, sementara kondisinya waktu itu amat sangat tak memungkinkan. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak hanyut dalam hubungan instant antara dia, toh waktu itu saya juga hanya berkomunikasi via frekuensi udara, kabel, dan layar monitor…haruskah saya percaya semua omongannya sementara jabatannya adalah seorang Medical Delegate yang notabenenya tak jauh dari seorang marketer.
Pada tanggal 2 Agustus 2004, tepatnya setelah hampir 5 jam kami mengobrol lewat messenger, malam harinya ia menyatakan kalimat “I Love you” disebuah SMS yang dikirimkan pada saya, memang hal yang cukup mengejutkan dan hampir membuat jantung saya berhenti 1 millisekon.
Saat itu saya hanya menjelaskan bahwa hal itu tidak boleh terjadi dan tidak seharusnya, dengan kondisi yang ada saat itu saya pun masih tidak yakin dengan apa yang saya mau, dan apa yang saya rasakan terhadap dia…saya tetap menjaga dan menahan perasaan saya.
Sampai akhirnya Idhuy menunjukkan kegigihannya, walau agak sedikit memaksa, meyakinkan saya bahwa perasaannya tulus adanya, tidak main-main, dan serius!
Saya tak ingin semua harus dibicarakan tanpa pertemuan, dan saya memutuskan untuk melanjutkan pembicaran yang amat membuat saya cukup pusing dengan mencari waktu untuk bertemu dengannya.
Tanggal 13 Agustus 2004 akhirnya saya bertemu dengannya, mengambil tempat di Bandara Cengkareng Soekarno-Hatta, saya menjemput kedatangannya dari Jambi sekitar pukul 2 siang. Dalam perjalanan menuju bandara, banyak sekali pikiran-pikiran yang lewat dalam otak saya, hal yang sungguh tak masuk akal, saya melakukan sesuatu yang cukup membutuhkan pengorbanan untuk seorang laki-laki yang sebenarnya masih tak jelas ada dalam kehidupan saya, bahkan sudah 5 tahun tak pernah saya temui lagi, lalu mengapa saya harus ada didalam perjalanan bus menuju tempat ia datang, dan mengapa saya harus menjemput dirinya…dan saat itu saya tak menemui jawabannya, tapi saya tak guntai berjalan menuju tempat kedatangan di terminal I B.
Cukup lama saya menunggu informasi yang diperdengarkan di tempat saya menunggu, namun kedatangan dengan nomor flight Jambi tak kunjung datang ke telinga saya, sampai akhirnya saya tersadar bahwa ternyata saya berada ditempat yang salah, damn…harusnya saya gak menunggunya di keberangkatan, dan segera saya bergegas ke tempat kedatangan.
Pikiran-pikiran menyeruak dalam otak saya, cukup lama saya memperhatikan satu persatu orang yang muncul dari pintu kedatangan, sekalipun aku menyembunyikan ternyata degup jantung saya tak kunjung melambat, sesekali saya memundurkan bayangan saya ke masa dimana saya SMA dulu, sedikit mengingat sisa wajah Idhuy saat itu…mungkinkah ia akan berubah, dan saya masih gundah.
Akhirnya mata saya tertuju pada seorang pria berpakaian biru, berkacamata hitam, yang berjalan celingak celinguk sambil menarik sekotak koper, dan tak lain tak bukan ia benar Idhuy, yup…dia Yanuar Prayudi yang sudah hampir 5 tahun tak saya lihat.
Saya beranjak mendekat kearahnya, ia terlihat mencari sosok saya dan mata kami bertemu…dan tersimpul sebuah senyuman diantara singgungan bibirnya, lalu aku menatapnya dan dengan sekejap memperhatikannya dari ujung rambut sampai ujung kakinya, kemudian membalas senyuman itu.
Kami bersalaman, saling mengucapkan kata “hai..apa kabar…” lalu singgggggggggg….kami terdiam, tak ada yang memulai kata-kata.
Akhirnya kami memutuskan untuk duduk sejenak disebuah café di bandara sebelum melanjutkan rencana perjalanan kami ke Bandung. Saya mencoba untuk tetap mengontrol perasaan saya, agar apa yang dikeluarkan oleh rona pipi saya tak dapat dibaca olehnya. Kami banyak menceritakan kembali hari-hari kami, saling bergurau, mencela, dan tanpa saya sadari pembahasan itu tiada hentinya bahkan sesampainya kami sudah terduduk di bangku bisnis kereta Parahyangan, waktu menunjukkan pukul 20.30 saat itu, hingga percakapan antara saya dan dia makin terasa mulai melibatkan emosi satu sama lain, dengan beraninya ia mulai menggenggam tangan saya, dan untuk seorang saya yang amat tidak menyukai keberanian itu, tiba-tiba luluh lantah seakan-akan hukum itu tak lagi berlaku untuk seorang Idhuy, saya bahkan membiarkan jemarinya terselip diantara jemari saya, dan saya benar-benar merasakan kenyamanan itu, saya jatuh cinta padanya!!

Tuhan apa benar cinta dating karena rasa…
Dan getaran adalah jawabannya…
Tuhan apa salah aku mencinta…
Bahkan jiwaku tenang tak bersungut
Haruskah rasa itu hadir kembali
Memenuhi ragaku…menyelimuti jiwaku…
Sedangkan aku damai dengan tuturnya…liat dengan sikapnya
Aku hanya ingin mencinta…
Sekalipun dengan rasa yang berbeda….

Kemudian sesampainya kami di Bandung, harum kota itu mulai membuat saya jadi mengarungi segala kenangan tentang jalan hidup saya, membuat saya harus menyelami malam dengan berbagai pertanyaan yang selalu membayangi saya, dan mulai tenggelam dengan angan-angan yang harusnya tak lagi saya temui dalam jalan hidup yang baru menghampiri…tapi apakah ini pantas saya arungi, sementara seolah-olah saya mulai mengkhianati prinsip hidup saya, dan memakan larangan hidup saya, mungkinkah karma jatuh pada diri saya yang bahkan telah tersakiti…saya tak mau ada yang tersakiti…saya tak mau mencinta hati yang dimiliki orang lain…

[ Kenapa aku selalu merasa takut kehilangan dengan apa yang aku miliki, dari dahulu sampai sekarang…disaat aku mengatasnamakan perasaan aku menggenggam cinta terlalu kuat hingga hilang rasanya…lalu haruskah disaat aku menyertakan logika, aku kembali sedia kala…
Awalnya bahkan bukan aku yang merencana, Tuhan menentukan ini dan meyakinkan keraguan itu…disaat sebagian hatiku mulai menilai dan mengamati jiwa yang baru saja tiba secara perlahan…tiba-tiba ia hadir dan menggiring semua jalan pikiranku, prinsip-prinsip hidupku, bahkan menggetarkan sela perasaanku untuk beriringan dengannya…lalu kenapa aku harus menahan semua asa itu, kenyamanan yang selama ini aku angankan…dengan satu alas an bahwa ia bukan milikku….
Aku tidak pernah terbersit untuk mulai membagi kasihnya padaku, bahkan menekan ia untuk segera mengambil keputusan untuk kelangsungan ini…Tuhan…salahkah aku dengan sikapku yang lalu, sementara aku membenci perbuatan itu…haruskah ini terjadi pada diriku…
Maafkan aku dan dia, bahwa kami saling memimpikan cinta ini sejak lama…

Mungkin inilah jawaban dari segala pertanyaanku, bahwa aku memilikinya dengan tak biasa, menyakiti perasaan orang lain…sehingga aku kuatir suatu hari nanti akan terulang pada diriku.
Tuhan jauhkan aku dari semua ketakutan ini…hilangkan semua trauma hidupku yang dapat menghambat jalan yang baru saja aku lalui…hapus semua prasangka-prasangka yang menggenangi pikiranku…

Aku hanya ingin tenang lalu damai…
Kini aku mencinta dia sungguh, bahkan tak satu pun getaran hatiku selain karenanya..
Aku hanya ingin mensyukuri apa yang telah aku dapat saat ini…
Mencintai dengan tulusku..
Mengikhlaskan raganya dalam kehidupanku..
Mempercayai jiwanya hanya untuk diriku…
Meyakinkan bahwa ialah jawaban dari semua pertanyaanku selama ini….]


Hari itu sabtu, 14 Agustus 2004 akhirnya Idhuy benar-benar menyatakan cintanya pada saya, dan merupakan kebiasaan saya tak ingin mencari-cari jawaban untuk lebih lama memikirkannya, lalu saya hanya mengikuti perasaan saya, bahwa memang benar saya mencintai dia apa adanya, tanpa maksud untuk merebutnya dari seorang yang telah lama ada dalam kehidupannya, hidup memang pilihan.
Mungkin itu hanya sebagian prolog dalam perkenalan saya dengan Idhuy yang akhirnya membawa saya ke dalam hubungan yang makin mempererat ikatan batin antara saya dan dia, sehingga membuat saya selalu ingin melakukan segala hal yang terbaik untuknya. Banyak orang terkejut akan keputusan yang saya ambil, bahkan tidak mau mempercayai bahwa benar ini terjadi karena takdir Tuhan, lalu buat apa saya peduli sekalipun orang lain menganggap seorang Idhuy tidak istimewa dan special…bahkan sesuatu yang penting dan worthed untuk diperjuangkan…

Idhuy yang akhirnya saya panggil dengan panggilan aa, adalah tak jauh dari gambaran yang diceritakan oleh ramalan dari rasi bintang Capricornus, aa orang yang cukup ambisius dalam mencapai suatu hal, sehingga membuat dirinya selalu optimis dalam menjalani sesuatu, hal yang amat sangat berbeda dari karakter diri saya yang easy going dan tak terlalu memikirkan hasil akhir, melainkan proses yang dilalui...tapi dari situlah saya banyak belajar dari aa, membuat saya kini telah mulai mengubah paradigma pemikiran dalam menjalani hidup yang lebih optimis, sekalipun terkadang aa jadi terlihat memaksakan kehendak untuk mendukung pencapaiannya, yang akhirnya menimbulkan banyak argumen diantara kita, tetapi dari situlah saya lagi-lagi belajar satu hal lagi, saya jadi semakin merasa hidup ini lebih berwarna dengan banyak berdiskusi dan berdebat dengan aa, walaupun harus disertai dengan tarik-tarikan urat...tapi pada kesimpulannya nanti, kami akan sama-sama saling menghargai pendapat masing-masing dan selalu mencari jalan tengah terbaiknya. Selama ini mengenal aa, ia seorang yang amat sangat perhatian dan cukup romantis memperlakukan saya, dan hal ini yang makin membuat diri saya menjadi ketergantungan akan segala bantuk perhatiannya, even hanya sebuah sms pagi, misscall di siang hari, atau telpon tengah malam, aa tak pernah melewatkan sedikitpun mengingatkan saya untuk melakukan hal-hal yang baik dan terbaik untuk diri saya.

Aa seorang planner...melakukan segala sesuatu dengan terencana, bahkan hal yang belum tentu dilaksanakan dalam waktu dekat pun ia rencanakan, dengan segala macam perencanaan inilah seolah-olah aa jadi terlihat perhitungan dalam beberapa hal, baik menghitung waktu, menghitung kemungkinan-kemungkinan, bahkan menghitung materi yang diperlukan untuk mewujudkan semua itu...pasti ia mulai panas kalau baca bagian ini, tapi saya sadar kok dia menghitung semua itu untuk kebaikan, bukan perhitungan yang menjurus kekikiran, karena saya percaya apa yang telah ia berikan untuk saya bahkan mungkin lebih dari apa yang saya punya, kalau benar adanya aa perhitungan, ia tak mungkin bertahan dengan saya bukan...hehehe...

Hal lain yang selalu saya ingat dari seorang aa, ia terlalu kuatir dengan hal-hal yang belum tentu benar adanya akan melanda dirinya, aa yang panikan tapi terimbangi dengan saya yang santai dan bisa menjadi stabilizer, kelengkapan kami lainnya aa bisa menjadi penentram saat diri saya yang cepat sekali naik emosinya...tapi apapun bentuk aa dimata saya, bagi saya dia tetap istimewa, special, penting, dan worhted untuk diperjuangkan…disekelimut kekurangan-kekurangan yang ia miliki, tak sedikit pula ia memiliki kelebihan yang baik, dan disela sifat-sifatnya yang tidak saya sukai, ada sejuta makna yang dapat saya ambil karena perbedaan itu, membuat saya merasa kaya memiliki dia.
aa…mungkin neng gak terlalu pinter ngolah kata, layaknya Dee membentangkan Supernova, atau Ayu Utami melukiskan Saman dan Larung, bahkan cara Djenar mendeskripsikan jangan panggil aku monyet…tapi neng cuma mencoba menuangkan inspirasi Syuman Djaya dalam menulis kehidupan seorang Chairil Anwar, mungkin jalan kita masih panjang, sekalipun Ibu atau Rian, atau sahabat-sahabat aa lebih layak untuk menceritakan segala hal tentang kamu, neng cuma berharap tulisan ini berarti untuk aa, sekalipun banyak hal yang tidak benar adanya, anggap aja itu sedikit sindiran…hehehe…

Happy Birthday yah…Wish you all the great and the best….
Semoga aa bisa tetep jadi seorang Yanuar Prayudi yang sayang sama keluarga, saudara, teman, sahabat, lingkungan, dan terutama neng yang juga akan selalu sayang ama kamu...
“...teguhkan kesabaran jiwa, kita akan mengalir dan bermuara di hilir yang sama...”


Jakarta 23 Januari 2005
At home 22:05 pM

Intan Zulqaidah Kasman




Thursday, January 27, 2005


on fasting month

special 4 aa

hmm....hari ini aa ulang tahun....ciye ciye....24 tahun nih yee....
tapi sebel, neng'nya telat ngucapin jadi deh keduluan ama orang laen...hiks hiks...tapi gak pa2,
neng tetep doain supaya aa bisa jadi lebih baik dari sekarang...baik untuk karir aa, kehidupan aa, juga baik untuk our relationship.... :)
neng udah ngirimin paket untuk kamu, jadi tungguin aja..mudah2an siang ini udah nyampe di Jambi...lots of surprise for you.....neng harap kamu suka ama kadonya....Love you so....

hay !

place of us to be anything we want....